Banjir Lumpur Panas Sidoarjo 2006
Ada kiriman dari sebelah,
Banjir Lumpur Panas Sidoarjo 2006, merupakan kasus menyemburnya lumpur
panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 29 Mei
2006. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan
tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga
kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa
Timur. Hingga bulan Agustus 2006, semburan lumpur terus terjadi dengan
volume 140 m³/hari.
Lokasi
Lokasi semburan lumpur ini berada di Porong, yakni kecamatan di bagian
selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo.
Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol (Kabupaten Pasuruan) di
sebelah selatan.
Lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur Banjar Panji-1
(BJP-1), yang merupakan sumur explorasi gas milik Lapindo Brantas sebagai
operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur
panas tersebut diduga diakibatkan aktifitas pengeboran yang dilakukan
Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua
teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan
kegiatan pe-ngeboran. Kedua, semburan lumpur "kebetulan" terjadi bersamaan
dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui.
Lokasi tersebut merupakan kawasan permukiman, dan di sekitarnya merupakan
salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi
semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang
dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta
api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.
[sunting]
Perkiraan penyebab kejadian
Lokasi semburan lumpur
Perbesar
Lokasi semburan lumpur
Lapindo Brantas melakukan pengeboran sumur Banjar Panji-1 pada awal Maret
2006 dengan menggunakan perusahaan kontraktor pengeboran PT Medici Citra
Nusantara. Kontrak itu diperoleh Medici atas nama Alton International
Indonesia, Januari 2006, setelah menang tender pengeboran dari Lapindo
senilai US$ 24 juta.
Pada awalnya sumur tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590
meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan
dipasang selubung bor (casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan
kedalaman untuk mengantisipasi potensi hilangnya sirkulasi lumpur (loss)
dan tendangan balik yang memuntahkan lumpur ke arah atas (kick) sebelum
pengeboran menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain awalnya, Lapindo "sudah" memasang casing 30 inchi
pada kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16
inchi pada 2385 kaki dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press
Rilis ke wartawan, 15 Juni 2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi
dari kedalaman 3580 kaki sampai ke 9297 kaki, mereka "belum" memasang
casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan dipasang tepat di kedalaman batas
antara Formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi Kujung, yang dalam hal ini
ternyata ditemukan di kedalaman 9297 kaki tersebut.
Underground Blowout (semburan liar bawah tanah)
Perbesar
Underground Blowout (semburan liar bawah tanah)
Oleh berbagai sebab, pihak Lapindo memutuskan untuk tetap mengebor melewati
batas kedalaman 8500 kaki yaitu kedalaman yg didesain untuk memasang casing
9 5/8 inchi. Hal tersebut sebenarnya lumrah dalam pengeboran. Akan tetapi,
sialnya, sumur menembus satu zona bertekanan tinggi yg menyebabkan kick,
yaitu masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur. Sebetulnya hal ini
juga lumrah di dunia pemboran. Dengan lumpur pengeboran yang berkualitas,
biasanya kick dapat dideteksi sedini mungkin & umumnya diatasi dengan
menaikkan berat lumpur pemboran sehingga tidak menjadi masalah dan pemboran
dapat diteruskan dengan lebih hati-hati. Hal ini nampaknya tidak terjadi.
Di sumur BJP-1 ini, kick tsb tidak dapat dikontrol & semakin banyak
fluida formasi yg masuk ke dalam sumur.
Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out
Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran
berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan
yang terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke
atas sampai ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan surface
casing) 13 3/8 inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis
tanah tidak stabil & kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural
fissures) yang bisa sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan
perjalanannya terus ke atas melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah
ditutup, maka fluida formasi bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan
lain yang lebih mudah yaitu melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah
mengapa surface blowout terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur,
bukan di sumur itu sendiri.
[sunting]
Volume lumpur
Volume lumpur diperkirakan sekitar 5.000 meter kubik per hari. Bahkan
pernah mencapai 50 ribu meter kubik per hari. Ini kurang-lebih sama dengan
muatan penuh 690 truk peti kemas berukuran besar. Jika stamina semburan
lumpur Banjar Panji-1 terus bertahan pada kisaran 50 ribu itu, pada 31
Oktober, jumlah lumpur akan mencapai 7,1 juta meter kubik. Pada pergantian
tahun, volumenya bakal menembus angka 10 juta meter kubik. Ini dua kali
lebih banyak dari volume kubah lava di puncak Merapi saat letusan.
[sunting]
Dampak
Semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat sekitar
maupun bagi aktivitas perekonomian di Jawa Timur.
Desa Renokenongo dan Kedungbendo yang tergenang lumpur
Perbesar
Desa Renokenongo dan Kedungbendo yang tergenang lumpur
Lumpur menggenangi desa-desa di Kecamatan Porong dan sekitarnya hingga
setinggi 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat untuk
diungsikan serta rusaknya areal pertanian. Luapan lumpur ini juga
menggenangi sarana pendidikan dan Markas Koramil Porong. Hingga bulan
Agustus 2006, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah
desa/kelurahan di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin, dengan
total warga yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200 jiwa.
Lahan dan ternak yang tercatat terkena dampak lumpur hingga Agustus 2006
antara lain: lahan tebu seluas 25,61 ha di Renokenongo, Jatirejo dan
Kedungcangkring; lahan padi seluas 172,39 ha di Siring, Renokenongo,
Jatirejo, Kedungbendo, Sentul, Besuki Jabon dan Pejarakan Jabon; serta
1.605 ekor unggas, 30 ekor kambing, 2 sapi dan 7 ekor kijang.
Pabrik-pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi
dan merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja
yang terkena dampak lumpur ini.
Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong,
serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan
telepon)
Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak
sebanyak 1.683 unit. Rinciannya: Tempat tinggal 1.810 (Siring 142,
Jatirejo 480, Renokenongo 428, Kedungbendo 590, Besuki 170), sekolah 18
(7 sekolah negeri), kantor 2 (Kantor Koramil dan Kelurahan Jatirejo),
pabrik 15, masjid dan musala 15 unit.
Dilakukannya sistem buka-tutup ruas jalan tol Surabaya-Gempol yang
tergenang, menyebabkan kemacetan luar biasa di jalur non-tol, dan
dialihkannya ke jalur alternatif via Gempol-Mojosari-Sidoarjo.
Kerusakan lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk areal
persawahan
Pihak Lapindo melalui Imam P. Agustino, Gene-ral Manager PT Lapindo
Brantas, mengaku telah menyisihkan US$ 70 juta (sekitar Rp 665 miliar)
untuk dana darurat penanggulangan lumpur.
Penutupan ruas jalan tol ini juga menyebabkan terganggunya jalur
transportasi Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi. Ini
berakibat pula terhadap aktivitas produksi di kawasan Ngoro (Mojokerto)
dan Pasuruan yang selama ini merupakan salah satu kawasan industri utama
di Jawa Timur.
[sunting]
Upaya penanggulangan
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk menanggulangi luapan lumpur,
diantaranya dengan membuat tanggul untuk membendung area genangan lumpur.
Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap harinya, sehingga
sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam tergenanginya lumpur
pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan bencana tidak
tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas 342
hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga. Kementerian Lingkungan Hidup
mengatakan, untuk menampung lumpur sampai Desember 2006, mereka menyiapkan
150 hektare waduk baru. Juga ada cadangan 342 hektare lagi yang sanggup
memenuhi kebutuhan hingga Juni 2007. Akhir Oktober, diperkirakan volume
lumpur sudah mencapai 7 juta m3.
Badan Meteorologi dan Geofisika meramal musim hujan bakal datang dua
bulanan lagi. Jika perkira-an itu tepat, waduk terancam kelebihan daya
tampung. Lumpur pun meluap ke segala arah, mengotori sekitarnya.
Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) memperkirakan, musim hujan
bisa membuat tanggul jebol, waduk-waduk lumpur meluber, jalan tol
terendam, dan lumpur diperkirakan mulai melibas rel kereta. Ini adalah
bahaya yang bakal terjadi dalam hitungan jangka pendek.
Sudah ada tiga tim ahli yang dibentuk untuk memadamkan lumpur berikut
menanggulangi dampaknya. Mereka bekerja secara paralel. Tiap tim terdiri
dari perwakilan Lapindo, pemerintah, dan sejumlah ahli dari beberapa
universitas terkemuka. Di antaranya, para pakar dari ITS, Institut
Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada. Tim Satu, yang menangani
penanggulangan lumpur, berkutat dengan skenario pemadaman. Tujuan jangka
pendeknya adalah memadamkan lumpur dan mencari penyelesaian cepat untuk
jutaan kubik lumpur yang telah terhampar di atas tanah.
[sunting]
Skenario penghentian semburan lumpur
Skenario pertama, menghentikan luapan lumpur dengan menggunakan snubbing
unit pada sumur Banjar Panji-1. Snubbing unit adalah suatu sistem
peralatan bertenaga hidrolik yg umumnya digunakan utk pekerjaan
well-intervention & workover (melakukan suatu pekerjaan ke dalam sumur yg
sudah ada). Snubbing unit ini digunakan untuk mencapai rangkaian mata bor
seberat 25 ton dan panjang 400 meter yang tertinggal pada pemboran awal.
Diharapkan bila mata bor tersebut ditemukan maka ia dapat didorong masuk
ke dasar sumur (9297 kaki) dan kemudian sumur ditutup dengan menyuntikan
semen dan lumpur berat. Akan tetapi skenario ini gagal total. Rangkaian
mata bor tersebut berhasil ditemukan di kedalaman 2991 kaki tetapi
snubbing unit gagal mendorongnya ke dalam dasar sumur.
Skenario kedua dilakukan dengan cara melakukan pengeboran miring
sidetracking) menghindari mata bor yang tertinggal tersebut. Pengeboran
dilakukan dengan menggunakan rig milik PT Pertamina (persero). Skenario
kedua ini juga gagal karena telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung
di beberapa kedalaman antara 1.060-1.500 kaki, serta terjadinya pergerakan
lateral di lokasi pemboran BJP-1. Kondisi itu mempersulit pelaksanaan
sidetracking. Selain itu muncul gelembung-gelembung gas bumi di lokasi
pemboran yang dikhawatirkan membahayakan keselamatan pekerja, ketinggian
tanggul di sekitar lokasi pemboran telah lebih dari 15 meter dari
permukaan tanah sehingga tidak layak untuk ditinggikan lagi. Karena itu,
Lapindo Brantas melaksanakan penutupan secara permanen sumur BJP-1.
Skenario ketiga, pada tahap ini, pemadaman lumpur dilakukan dengan
terlebih dulu membuat tiga sumur baru (relief well). Tiga lokasi tersebut
antara lain: Pertama, sekitar 500 meter barat daya Sumur Banjar Panji-1.
Kedua, sekitar 500 meter barat barat laut sumur Banjar Panji 1. Ketiga,
sekitar utara timur laut dari Sumur Banjar Panji-1. Sampai saat ini
skenario ini masih dijalankan.
Ketiga skenario beranjak dari hipotesis bahwa lumpur berasal dari retakan
di dinding sumur Banjar Panji-1. Padahal ada hipotesis lain, bahwa yang
terjadi adalah fenomena gunung lumpur (mud volcano), seperti di Bledug
Kuwu di Purwodadi, Jawa Tengah. Sampai sekarang, Bledug Kuwu terus
memuntahkan lumpur cair hingga membentuk rawa.
Rudi Rubiandini, anggota Tim Pertama, mengatakan bahwa gunung lumpur hanya
bisa dilawan dengan mengoperasikan empat atau lima relief well sekaligus.
Semua sumur dipakai untuk mengepung retakan-retakan tempat keluarnya
lumpur. Kendalanya pekerjaan ini mahal dan memakan waktu. Contohnya,
sebuah rig (anjungan pengeboran) berikut ongkos operasionalnya membutuhkan
Rp 95 miliar. Biaya bisa membengkak karena kontraktor dan rental alat
pengeboran biasanya memasang tarif lebih mahal di wilayah berbahaya.
Paling tidak kelima sumur akan membutuhkan Rp 475 miliar. Saat ini pun
sulit mendapatkan rig yang menganggur di tengah melambungnya harga minyak.
Rovicky Dwi Putrohari, seorang geolog independen, menulis bahwa di lokasi
sumur Porong-1, tujuh kilometer sebelah timur Banjar Panji-1, terlihat
tanda-tanda geologi yang menunjukkan luapan lumpur pada zaman dulu,
demikian analisanya. Rovicky mencatat sebuah hal yang mencemaskan:
semburan lumpur di Porong-1 baru berhenti dalam rentang waktu puluhan
hingga ratusan tahun.
[sunting]
Dialirkan ke laut
Jika tanggul waduk diperkirakan sudah kelebihan beban dan tetap tidak
tertangani, maka lumpur dialirkan ke laut (Selat Madura), dengan terlebih
dahulu membangun sistem dewatering dan water treatment plant.
Pihak Lapindo menyarankan lumpur dibuang ke laut langsung, lewat Sungai
Porong. Alasan mereka, ketimbang menunggu pipa pembuangan selesai
disiapkan, lebih baik meminjam sungai untuk mengalirkan lumpur, misalnya
selama tiga bulan.
Usulan ini disetujui, dengan sejumlah catatan, oleh Bupati Sidoarjo.
Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah mengisyaratkan lampu hijau pada
opsi ini sebagai skenario terakhir, yakni memprioritaskan penyelamatan
manusia, infrastruktur jalan tol, serta jalan kereta dan lingkungan.
Dampak lumpur itu bakal memperburuk kerusakan ekosistem Sungai Porong.
Ketika masuk ke laut, lumpur otomatis mencemari Selat Madura dan
sekitarnya. Areal tambak seluas 1.600 hektare di pesisir Sidoarjo akan
terpengaruh.
Alternatif yang sudah dikaji lembaga seperti Institut Teknologi 10 Nopember
Surabaya, dengan memisahkan air dari endapan lumpur lalu membuang air ke
laut. Lumpur itu mengandung 70 persen air, sisanya bahan endapan. Kalau
air bisa dibuang ke laut, tentu danau penampungan tak perlu diperlebar,
dan tekanan pada tanggul bisa dikurangi.
[sunting]
Penahanan tersangka
Dalam kasus ini, Polda Jawa Timur telah menetapkan 9 tersangka, termasuk
General Manager dan 2 Manajer Pengeboran Lapindo Brantas, 5 tersangka dari
kontraktor pengeboran PT Medici Citra Nusa, serta Vice President DSS PT
Energy Mega Persada.
[sunting]
Kritik
Pemerintah dianggap tidak serius menangani kasus luapan lumpur panas ini.
Masyarakat adalah korban yang paling dirugikan, dimana mereka harus
mengungsi dan kehilangan mata pencaharian tanpa adanya kompensasi yang
layak. Sementara, Pemerintah tetap menuntut seluruh resiko dan kerugian
akibat banjir lumpur ini ditanggung sepenuhnya oleh Lapindo Brantas.
Aktivis lingkungan hidup juga mengecam penanganan kasus banjir lumpur ini
0 Comments:
Post a Comment
<< Home