ME & MY LOVELY MOM

From Erika 

Cerita ini terinspirasi ama buku pertama yang tamat gw baca diawal taon 2007.
Buku itu berjudul TRIBUTE TO MOM.

Gak sama dgn sebagian besar dari kalian, gw ama mama kurang bgitu dekat. Eittttts bukan berarti gw ama mama ada masalah, tapi lebih kefaktor kurangnya "kebersamaan" diantara kami berdua.

Suka iri juga si mendengar teman gw yang teramat dekat dgn mamanya, bahkan hubungan itu bukan saja berbentuk sbg ibu dan anak,tapi justru bisa menjadi teman ataupun sahabat yang kapanpun bisa diajak sharing & mendengar segala keluh kesah,maupun cerita indah yang kita alami.

Ntah lah gw gak tau persis kenapa gw & mama gak begitu dekat, tapi yg pasti hubungan kami tetap harmonis kok.

Kalau gw inget semasa gw TK atau SD, gw adalah Erika yang biasa saja. Tapi bukan berarti gak spesial loh hehehe, buktinya prestasi akademis bisa ngebuat mama papa bangga,begitu juga dgn kemandirian, yah secara gw jg anak sulung kali yah.

SMP kelas 2 papa meninggalkan kami sekeluarga untuk selamanya. Sejak saat itu, mama otomatis menggantikan posisi papa sebagai kepala keluarga.

Sebelumnya mama termasuk istri yang berbakti & banyak membantu suaminya. dengan keahlian dagangnya, mama memberi kreditan kepada tetangga yang membutuhkan barang apa saja.
Dari panci, piring, gelas, baju, kursi, lemari, kulkas sampai keperhiasan spt emas. Jika ada tetangga yang membutuhkan dana segar, dan mama mengenal orang tsb, mama tidak segan2 memberikan pinjaman. Alhamdullillah mama tidak membungakannya, jadi hanya sebatas membantu dgn memberikan tempo waktu kapan harus mengembalikan dana tsb, mengingat dana itu harus diputar untuk modal kreditan.

Dengan usaha dagangan yg dikreditkan mama, setidaknya mama telah membantu papa dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari ke empat orang anaknya.

Aku sendiri tanpa banyak diajari mama & papa, lahir & besar sbg pribadi yang mandiri. Kehidupan sosial ekonomi disekitar gw yang terbilang dari kalangan cukup atau sederhana, yang akhirnya menjadikan Erika kecil yang tumbuh menjadi Erika yang apa adanya.

Sepeninggalan papa, mama yang tamatan SMA mencoba melamar kerja menjadi PNS di Departemen Penerangan (tempat papa bekerja). Waktu itu usia mama 40th, dan memang persyaratannya maksimal 40th. Alhamdulliah mama diterima kerja (istilahnya menggantikan posisi papa), walopun harus menempuh jarak yang terbilang jauh saat itu, yah seperti Jakarta-Bandung lah.

Untuk mengirit ongkos & pengeluaran, mama kost di Kota Bumi dan pulang seminggu sekali yaitu jumat malam baru nyampe Bandar Lampung.
Jadi karena jarak yang jauh itu membuat komunikasi diantara aku dan mama 'kurang' dibina.
Ntahlah, kalo aku ingat2, masa kecilku tidak spt sekarang ini yang dengan mudah nyerocos dan bisa cerita apa aja.

Selepas SMA, aku diterima/lulus jalur PMDK (tanpa test) di USU FISIP jurusan ilmu komunikasi prog.studi PR, dan itu artinya akupun harus berkemas dan merantau untuk tinggal di Medan. Dan kembali komunikasi diantara aku dan mama kurang terbina.
Seingatku, nelp mama pun aku jarang, ntahlah kenapa, tapi bukan berarti aku nggak kangen mama ya, rasanya aku dulu adalah sosok yang tidak bisa mengungkapkan how do I feel.
Seingatku juga,selama 9 tahun aku merantau di Medan, mungkin hanya 2-3 kali pulang ke lampung menemui Mama.
Yang ada dipikiranku saat itu, mending aku kirim mentahnya saja daripada jasadku yang sampai dan bertemu mama.

Selama merantau, aku Justru jadi lebih mengenal Mama.
Buktinya, saat aku masih numpang tinggal dirumah Nenek, dan merasa resah, marah, kesal, sedih karena Nenek tidak mengijinkan aku kerja di radio, Mama justru orang pertama yang membelaku, dan mau repot-repot datang ke Medan untuk mencarikan kost2an untukku.

Saat itulah kurasakan adanya kebersamaan dengan mama.
Saat itu juga mama menjadikan aku sbg teman curhatnya, dan mengutarakan ada pria berstatus duda beranak 5 (kalo gak salah) yang mengajaknya menikah.
Saat itu juga aku menyetujui dan merestui jika mama ingin menikah lagi, padahal sebelumnya, dulu saat aku SMP justru aku sangat menentang dan marah jika mama kawin lagi.
Tapi... sekian lama setelah obrolan itu terjalin, kabar yang kudapat justru mama memutuskan untuk tidak menikah lagi.
Ya.... keputusan yang mama ambil itu, mungkin karena mama melihat adik bungsuku yang tidak ingin ada pria lain yang menggantikan status papa yang sudah almarhum.
Tapi... jauh didalam lubuk hatiku, aku ikhlas dan mendukung jika mama manikah lagi, karena mama juga manusia biasa yang butuh teman hidup untuk berbagi suka dan duka.

Buatku, Mama sosok perempuan yang :
kuat bahu membahu membantu suami,
tabah & tegar menerima cobaan demi cobaan,
sabar menemani hari2 terakhir bersama papa,
patuh pada suami,
ikhlas menjalani hari demi harinya
menyayangi ke 4 anak-anaknya
dan masih banyak lagi KEHEBATAN mama yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Kini, disaat aku sudah menikah dan memiliki sicantik Diva buah hatiku, aku merasakan dan meraba, begitu besar kasih sayang mama kepada aku dan ke-3 adikku.

Walaupun belum bisa dikatakan sering, tapi sekarang aku justru berusaha menyisihkan waktu untuk menelp mama dan say something.

Boleh percaya boleh tidak
Baru saat ini, dimana aku telah menikah aku bisa mengungkapkan perasaanku langsung kepada mama dan menyatakan 'mama... ika sayang mama'
Nggak ada kata terlambat dalam kamus hidupku.
Kini aku lebih bisa menikmati indah&bahagianya bisa mengatakan langsung apa yang kurasakan pada mama.

Dan aku yakin
mama tau kalau aku begitu bangga memiliki mama, aku begitu menyayanginya, aku begitu mengidolakannya.
Bagiku, mama segala, yang tidak bisa diungkapkan dgn kata-kata.

Mama... ajari aku agar bisa sepertimu...
Mama hebat