dunia kecil kita

suatu sore di pojokan kota, tersebutlah 6 org wanita ( noni,henny,loni,zai,Juli,erika ). 6 org wanita dgn beribu karakter yg berjanji untuk tetap bertukar kabar, bertukar cerita lewat blog ini. 6 orang perempuan yg akan pergi atau stay. 6 orang perempuan yg suatu hari nanti akan memberikan blog ini ke anak cucunya cerita lengkap tentang mereka. sahabat adalah rumah kita

Tuesday, September 19, 2006

Dongeng Batak

Galsssssss......ini ada kiriman dongeng dari temenku , febby.

Horas...
Pada jaman dahulu kala, hiduplah serorang pendekar wanita, Butet namanya.
Sebelum lulus dari Pandapotan silat, ia harus menempuh ujian Nasution. Agar
bisa berkonsentrasi, dia memutuskan untuk menyepi ke gunung dan berlatih.

Saat di perjalanan, Butet merasa lapar sehingga memutuskan untuk mampir di
Pasaribu setempat.
Beberapa pemuda tanggung yang lagi nonton sabung ayam sambil Toruan,
langsung Hutasoit-soit melihat Butet yang seksi dan Hotma itu. Tapi Butet
tidak
peduli, dia jalan Sitorus memasuki rumah makan tanpa menanggapi, meskipun
sebagai perempuan yang ramah tapi ia tak gampang Hutagaol dengan sembarang
orang.

Naibaho ikan gurame yang dibakar Sitanggang dengan Batubara membuatnya
semakin berselera. Apalagi diberi sambal terasi dan Nababan yang hijau
segar. Setelah mengisi perut, Butet melanjutkan perjalanan. Ternyata jalan
ke
sana berbukit-bukit.
Kadang Nainggolan, kadang Manurung. Di tepi jalan dilihatnya banyak Pohan,
kebanyakan Pohan Tanjung. Beberapa diantaranya ada yang Simatupang
diterjang badai semalam.

Begitu sampai di atas gunung, Butet berujar "Wow, Siregar sekali hawanya"
katanya, berbeda dengan kampungnya yang Pangabean. Hembusan Perangin-angin
pun sepoi-sepoi menyejukkan, sambil diiringi Riama musik dari mulutnya.
Sejauh Simarmata memandang warna hijau semuanya.
Tidak ada tanah yang Girsang, semuanya Singarimbun. Tampak di seberang,
lautan ikan Lumban-lumban. Terbawa suasana, mulanya Butet ingin berenang.
Tetapi yang diketemukannya hanyalah bekas kolam Siringo-ringo yang akan di
Hutahuruk dengan Tambunan tanah. Akhirnya dia memutuskan untuk
berjalan-jalan di pinggir hutan saja, yang suasananya asri, meskipun nggak
ada Tiurma memlambai kayak di pantai.

Sedang asik-asiknya memnikmati keindahan alam, tiba-tiba dia dikejutkan
oleh ular yang sangat besar. "Sinaga!" teriaknya ketakutan sambil lari
Sitanggang-langgang.
Celakanya, dia malah terpeleset dari Tobing sehingga bibirnya Sihombing.
Karuan Butet menangis Marpaung-paung lantaran kesakitan. Tetapi dia lantas
ingat, bahwa sebagai pendekar pantang untuk menangis. Dia harus Togar.
Maka, dengan menguat-nguatkan diri, dia pergi ke tabib setempat untuk
melakukan
pengobatan.
Tabib tergopohg-gopoh Simangunsong di pintu untuk menolongnya. Tabib
bilang,
bibirnya harus di-Panjaitan.
"Hm, biayanya Pangaribuan" kata sang tabib setelah memeriksa sejenak.
"itu terlalu mahal. Bagaimana kalau Napitupulu saja?" tawar si Butet.
"Napitupulu terlalu murah. Pandapotan saya kan kecil".
"Jangan begitulah. Masa' tidak Siahaan melihat bibir saya Sihombing begini?
Apa saya mesti Sihotang, bayar belakangan? Nggak mau kan?" "Baiklah, tapi
pakai jarum Sitompul saja" sahut sang mantri agak kesel. "Cepatlah! Aku
sudah hampir Munthe.
Saragih sedikit nggak apa-apalah".

Malamnya, ketika sedang asik-asiknya berlatih sambil makan kue Lubis
kegemarannya, sayup-sayup dia mendengar lolongan Rajagukguk. Dia
Bonar-bonar ketakutan. Apalagi ketika mendengar suara disemak-semak
tiba-tiba
berbunyi
"Poltak!" keras sekali.
"Ada Sitomorang?" tanya Butet sambil memegang tongkat seperti stik Gultom
erat-erat untuk menghadapi Sagala kemungkinan
Terdengar suara pelan, "Situmeang". "Sialan, cuma kucing." desahnya lega.
Padahal dia sudah sempat berpikir yang Silaen-laen. Selesai berlatih, Butet
pun istirahat.

Terkenang dia akan kisah orang tentang Hutabarat di bawah Tobing pada jaman
dulu dimana ada Simamora, gajah Purba yang berbulu lebat. Keesok harinya,
Butet kembali ke Pandapotan silatnya. Di depan ruangan ujian dia membaca
tulisan: "Harahap
tenang! Ada ujian.
"Wah telat, emang udah jam Silaban sih". Maka Siboru-boru dia masuk ke
ruangan sambil bernyanyi-nyanyi. Di-Tigor-lah dia sama gurunya "Butet, kau
jangan ribut!, bikin kacau konsentrasi temanmu!"
Butet, tanpa Malau-malau langsung Sijabat tangan gurunya, "Nggak Pakpahan
guru, sekali-sekali?!"

Akhirnya, luluslah Butet dan menjadi orang yang disegani karena mengikuti
wejengan guru Pandapotan silatnya untuk selalu,
"Simanjuntak gentar, Sinambela yang benar!"

"Give more, expect less"

0 Comments:

Post a Comment

<< Home